Thursday, May 04, 2017

Stunning Gedong Sanga

STUNNING GEDONG SANGA!

Prolog

Gedong Sanga (atau Gedong Songo) bukanlah destinasi wisata baru buatku. Mungkin aku pertama kali kesini waktu duduk di bangku SMP bersama kawan-kawan ‘karang taruna’ satu RT. (SSShhttt ... zaman remaja dulu aku aktif ikut kegiatan dengan para tetangga lho. LOL.) Sewaktu Angie kecil, dia juga sudah kuajak kesini. Jika tidak salah ingat, minimal dua kali aku mengajak Angie kesini ketika dia masih duduk di bangku SD. Yang sekali dengan kawan-kawan kerja (ex) Stiba – Aki. Yang kedua bersama siswa-siswiku di LIA, di akhir dekade sembilanpuluhan, mungkin.

Yang tidak kuingat adalah apakah aku dulu juga menikmati pemandangan yang menakjubkan dan sangat “menghijaukan mata”. LOL. Semenjak ‘pernah menjalin hubungan’ dengan X (:D) yang katanya suka mendaki gunung, mendadak aku pun menjadi satu penikmat pemandangan yang serba hijau di pegunungan, padahal sebelumnya aku sangat menyukai pantai, memandang hamparan laut yang nampak tak berbatas itu ‘soothing’. Tapi, eh, aku masih suka pantai lho.

1 Mei 2017 adalah hari libur. Thanks to Kangmas Jokowi to make this ‘labor day’ holiday. J Aku memberi Angie dua opsi tempat: Gedong Sanga (karena aku ingin trekking sambil melihat hehijauan) atau Jepara untuk menikmati pantai. Angie belum pernah ke Pulau Panjang. J Hari Sabtu 29 April, Angie memilih Jepara. Dan dia memilih pergi di hari Minggu 30 April, agar di hari Seninnya kita bisa full istirahat di rumah. Namun ternyata kedua adikku juga telah berencana pergi somewhere. Oh well, kita berdua mengalah dengan mengundurkan kepergian di hari Senin 1 Mei 2017 saja. My Mom (Angie’s granny) sebaiknya tidak ditinggal seorang diri di rumah seharian.


Terakhir aku ke Gedong Songo sekitar akhir tahun 2014 bersama Ranz. Waktu itu, kita naik BRT sampai Ungaran. Setelah sarapan, kita lanjut ke arah Gedong Sanga dengan naik bus jurusan Sumowono. Tidak sulit untuk mendapatkan bus waktu berangkat. Namun waktu pulang, ternyata kita menunggu sampai cukup lama tak nampak bus yang sama. Maka, kita berjalan kaki hingga pasar Bandungan. Sampai sana, kita naik angkot hingga seberang pom bensin Lemah Abang. Dari sana kita naik bus AKDP dari Solo menuju Semarang.

Tak ingin mengulang kisah waktu kita ke Kaliurang – terpaksa menginap semalam di kawasan Tlogo Putri karena tidak ada angkutan pulang ke arah Jogja di sore hari – Angie benar-benar menginginkan kepastian dariku bahwa ada bus yang menuju Sumowono. LOL. Akhirnya aku mengemukakan ide : dari rumah naik motor sampai Pasar Bandungan. Kita parkir motor di tempat parkir disana, kemudian lanjut naik angkutan umum/ojek.

NOTE: jalan menuju Gedong Sanga sangat curam. Angie masih trauma waktu memboncengkan aku ke Magelang bulan Desember lalu, karena aku jatuh dua kali dari boncengannya. LOL. Bukan karena jalanan curam, tapi karena sedang tidak beruntung saja. LOL. Menurutku, naik motor dari satu kota ke kota lain, Angie lebih meyakinkan ketimbang aku, karena aku mudah terserang kantuk. LOL. (itu sebab aku lebih memilih bersepeda, ketimbang naik motor. LOL.)

Perjalanan

Kita meninggalkan rumah sekitar pukul 08.00. Perjalanan pagi itu cukup lancar. Kita mampir di pom bensin di ujung tanjakan Gajahmungkur untuk membeli BBM. Selanjutnya lancar. Aku mengantuk di boncengan Angie. LOL. Angie terkesan baik-baik saja. LOL. Kita sampai di Pasar Bandungan pukul 09.10. Setelah memarkir motor di tempat parkir, mampir toilet sebentar, kita dengan mudah menemukan angkutan setelah menyeberang dari tempat parkir.

Kondisi angkutan sudah cukup penuh, namun masih ada ‘seat’ untukku dan Angie. Kulihat kebanyakan penumpang adalah perempuan paruh baya, atau lebih tua dari itu. (Jadi ingat waktu naik angkutan umum menuju Kaliurang. Hampir semua penumpang lain rambutnya telah memutih. Namun jika dilihat dari fisiknya, semua masih nampak sehat wal afiat.)

Jarak yang kita tempuh mungkin hanya sekitar 2 – 3 kilometer, dari pasar Bandungan sampai pertigaan menuju Gedong Songo. Kita cukup membayar Rp. 5000,00 berdua. Sang sopir yang ramah memberitahu kita bisa melanjutkan perjalanan dengan naik ojek. Kebetulan di pangkalan ojek, hanya ada satu tukang ojek. Dengan kepercayaan diri yang penuh, dia menawarkan memboncengkan kita berdua bersama di satu motor. Gosh! Padahal trek sangat curam saat mendekati Gedong Sanga. Angie tak henti-hentinya berdecak kagum sembari tertawa geli. Si Bapak daebak! LOL.

Tahun 2014 lalu waktu berdua dengan Ranz, si Bapak ojek meminta kita membayar Rp. 15.000,00. Kali ini aku memberi si Bapak ojek Rp. 20.000,00. Dan aku sangat bahagia waktu melihat rona wajahnya bersinar saat melihatku mengulurkan uang sepuluh ribuan dua lembar.


Saat sampai di pelataran parkir (pukul 09.40), aku langsung bisa melihat bahwa pihak pengelola telah melakukan usaha untuk mempercantik kawasan wisata tersebut. Ada tulisan GEDONG SONGO yang dikitari bunga-bunga. Loket penjualan tiket juga nampak cukup memadai. Untuk turis dalam negeri, harga tiket Rp. 10.000,00. Untuk turis manca negara, mereka perlu merogoh kocek lebih dalam, Rp. 75.000,00.

Suasana cukup ramai. Pelataran parkir terlihat penuh dengan kendaraan bermotor para pengunjung. Aku dan Angie baru saja melewati pintu gerbang, kita sudah ditawari naik kuda. “Sayang lho bu, sudah jauh-jauh kesini kok tidak mengitari kawasan Gedong Sanga sampai candi kelima.” Kujawab, “Tentu kita akan sampai candi kelima. Dengan jalan kaki. Bukan naik kuda.” J

Oh ya, waktu masih di rumah, Angie sudah sempat bilang ke aku kalau dia tidak mau jalan sampai candi kesembilan. LOL. Langsung saja dia kuolok-olok, orang waktu masih kecil dia bisa jalan memutari kawasan itu, ga pake minta gendong, mosok sekarang sudah besar Cuma mau berhenti, entah di candi satu atau dua? LOL. Sambil kudorong semangatnya, tentu, orang Cuma 4 kilometer ini. Trekking ke Curug Lawe + Curug Benowo malah lebih jauh dan lebih ‘sulit’ treknya. Waktu trekking ke kedua curug ini, adikku menyalakan endomondo, dan jarak yang kita tempuh malah sampai hampir 9 kilometer. Trek untuk berjalan di Gedong Sanga sudah dibuatkan jalan setapak sehingga jauh lebih mudah dilewati.


(By the way, candi di kawasan Gedong Sanga ini hanya tinggal 5 candi, bukan sembilan jumlahnya.)

Letak candi pertama tidak terlalu jauh dari pintu gapura masuk. Candi pertama ini berdiri sendiri, tidak terlihat candi perwara (maupun puing-puingnya). Jika diamati dari batu-batunya, kondisi candi masih asli, belum nampak ada batu ‘baru’ seperti jika candinya merupakan hasil renovasi setelah candi yang asli runtuh.

Trek yang lumayan jauh dan melelahkan harus kita tempuh dari candi pertama menuju candi kedua. Namun pemandangan yang hijau dan hawa yang dingin sejuk sangat ‘worth’ semua energi yang harus kita keluarkan saat trekking.

Saat sampai candi ketiga, aku sempat melongok ke dalam candi (tidak ada penampakan yoni maupun lingga), aku mendapati sesajian yang nampak masih baru. Angie heran apakah sesajian baru selalu diletakkan di dalam candi setiap hari. Kupikir kebetulan saja waktu kita sampai disana, ada orang yang baru meletakkan sesajian di dalam. Ternyata benar. Tak jauh dari candi, kita melihat empat orang yang mengenakan busana ala orang Hindu Bali saat mereka sedang melakukan ritual. Berarti benar. Memang barusan ada orang yang melakukan sembahyangan dan meletakkan sesajian di dalam candi.


Kita beristirahat saat sampai di candi keempat. Tak jauh dari candi keempat ini ada pelataran yang cukup luas, di pinggirnya ada beberapa ‘gubug’ dimana beberapa orang berjualan jajan dan minuman. Aku membeli kopi hitam, Angie beli cappuccino. Kita juga membeli satu biji jagung bakar. Baru beberapa menit kita beristirahat, mendadak cuaca berubah. Jika sebelumnya panas, mendung mendadak datang. Tak lama, kabut pun datang menyelimuti. Mulai terdengar suara gemuruh di langit. Sebuah ‘peringatan’ bahwa tak lama lagi, hujan bakal datang. (Waktu dalam angkutan, para penumpang sudah mengingatkan bahwa hujan biasa turun di kawasan Gedong Sanga mulai pukul satu siang, meski sebelumnya cuaca panas.)

Meski sudah ada tanda-tanda bahwa hujan akan datang, aku dan Angie tetap menikmati perjalanan kita dengan berjalan pelan-pelan. Tetap memotret suasana dengan kamera hape kita. Hingga akhirnya titik-titik gerimis mulai turun, kita berjalan dengan agak cepat menuju pintu keluar. LOL. Thanks to the path yang sudah dibangun oleh pihak pengelola sehingga mudah bagi kita untuk berjalan, tak perlu (lagi) terpeleset karena licin. LOL.

Setelah keluar, sesampai pangkalan ojek, kita langsung disambut tukang ojek. Kali ini dua tukang ojek siap membawa kita. Karena khawatir hujan kian deras, aku langsung naik di boncengan motor seorang tukang ojek, dan aku meminta Angie naik di satu motor lain. Aku meminta tukang ojek langsung mengantar kita ke pasar Bandungan, karena khawatir bakal lama kita menunggu angkutan umum lewat selepas pertigaan menuju Gedong Sanga. Untuk dua tukang ojek ini, kita membayar Rp. 50.000,00. Untunglah kita naik ojek, karena jalanan cukup macet.

Sebelum mengambil motor di tempat parkir, kita mampir toilet dulu. Hujan turun cukup deras saat kita meninggalkan Pasar Bandungan. Sesampai Semarang, kita mampir WS untuk makan siang kesorean. LOL. Kemudian mampir ke satu gerai supermarket untuk membeli sesuatu. Sebelum adzan maghrib berkumandang, kita telah sampai rumah.

Sampai jumpa di kisah jalan-jalan Angie dan nyokapnya selanjutnya. J


LG 13.13 04 Mei 2017